Mengenal Seni Buncisan Banyumas, Penerima Penghargaan Warisan Budaya Tak Benda 2025
0 menit baca

Sumber Foto : Instagram @Humas_Pemkab_Banyumas
Banyumas24jam - Kesenian Buncisan berasal dari Desa Tanggeran Kecamatan Somagede Kabupaten Banyumas. Kesenian ini memiliki sejarah panjang, filosofi serta makna dalam perkembangan budaya masyarakat Banyumas.
Dalam jurnal berjudul Nilai Moral Pada Kesenian Buncis di Desa Tanggeran Kecamatan Somagede Kabupaten Banyumas, menjelaskan bahwa kesenian buncisan secara etimologis, kata Buncis berasal dari kata "Buntar" yang berarti ganggang dan "Cis" yang berarti keris kecil.
Sejarah Kesenian Bunci mengisahkan sayembara Raden Prayitno dan Patih Brajanggelap. Sayembara ini dilangsungkan dengan tujuan memperebutkan hati Dewi Nurkhanti, putri Adipati Kalisalak, yang menjadi pujaan hati keduanya.
Dalam sayembara itu, Raden Prayitno menang dengan menggunakan keris kecil yang diperolehnya dari Empu Lemah Tengger yang juga dikenal sebagai Ki Ageng Tinggir. Keris kecil ini memiliki kekuatan luar biasa dan dijuluki "Buncis."

Makhluk ini membuat sebuah janji penting kepada Raden Prayitno. Ia berjanji bahwa jika Raden Prayitno memenangkan sayembara, ia akan menari dengan indah sambil meminta diiringi oleh musik yang terbuat dari bambu.
Inilah asal usul nama "Buncis" Kata ini merupakan singkatan dari "Bun-tuning lelakon," yang dapat diterjemahkan sebagai "akhir dari perjuangan".
Dalam kisah ini, Buncis melambangkan pertolongan dan penyelesaian akhir yang hanya dapat dicapai dengan menggunakan kekuatan dan keteguhan hati dengan menggunakan keris kecil yang disingkat menjadi Buncis.
Pemain seni Buncisan terdiri dari delapan orang pemain. Mereka melakukan tarian sambil bernyanyi sekaligus menjadi musisinya. Mereka mengenakan artibut rumbai-rumbai dan topi dengan aksesori bulu ayam.
Lagu yang dimainkan adalah lagu-lagu tradisional seperti eling-eling Banyumasan, sekar gadung, dan caping gunung. Dalam pertunjukkan seni buncis, para pemain membawa alat musik angklung beralas slendro yang berisi satu jenis nada berbeda.
Enam orang memainkan alat bernada 2 (ro) 3 (lu) 5 (ma) 6 (nem) 1 (ji tinggi) dan 2 (ro tinggi), sedangkan dua orang lain memainkan instrumen kendhang dan gong bumbung atau gong yang terbuat dari bambu.
Dalam membangun sajian musikal, para pemain menjalankan fungsi nada sesuai dengan alur balungan gending hingga menciptakan alunan musik gending-gending Banyumasan.

Manakala salah satu pemain bersikap egois dan tidak disiplin maka gerak yang dihasilkan tidak akan sama, dan iringan yang dihasilkan juga tidak terdengar indah.
Kesenian Buncisan masih berkembang di beberapa wilayah Banyumas, seperti di Desa Tambaknegara, Kecamatan Rawalo dan Desa Tanggeran, Kecamatan Somagede.
Biasanya seni buncisan ini dipentaskan ketika ada pesta rakyat seperti hajatan atau ritual untuk meminta hujan ketika terjadi musim kemarau panjang, serta pentas rutin pada bulan Syura.
Dalam jurnal berjudul Nilai Moral Pada Kesenian Buncis di Desa Tanggeran Kecamatan Somagede Kabupaten Banyumas, menjelaskan bahwa kesenian buncisan secara etimologis, kata Buncis berasal dari kata "Buntar" yang berarti ganggang dan "Cis" yang berarti keris kecil.
Sejarah Kesenian Bunci mengisahkan sayembara Raden Prayitno dan Patih Brajanggelap. Sayembara ini dilangsungkan dengan tujuan memperebutkan hati Dewi Nurkhanti, putri Adipati Kalisalak, yang menjadi pujaan hati keduanya.
Dalam sayembara itu, Raden Prayitno menang dengan menggunakan keris kecil yang diperolehnya dari Empu Lemah Tengger yang juga dikenal sebagai Ki Ageng Tinggir. Keris kecil ini memiliki kekuatan luar biasa dan dijuluki "Buncis."

Sumber Foto : Instagram @Humas_Pemkab_Banyumas
Kisah ini mencapai puncak ketika Raden Prayitno menggunakan Buncis dalam pertarungan terakhir melawan Patih Brajanggelap. Keris kecil ini, yang menjadi simbol perjuangan dan keteguhan hati, menjelma menjadi makhluk berbulu menyerupai manusia dan seekor naga.
Makhluk ini membuat sebuah janji penting kepada Raden Prayitno. Ia berjanji bahwa jika Raden Prayitno memenangkan sayembara, ia akan menari dengan indah sambil meminta diiringi oleh musik yang terbuat dari bambu.
Inilah asal usul nama "Buncis" Kata ini merupakan singkatan dari "Bun-tuning lelakon," yang dapat diterjemahkan sebagai "akhir dari perjuangan".
Dalam kisah ini, Buncis melambangkan pertolongan dan penyelesaian akhir yang hanya dapat dicapai dengan menggunakan kekuatan dan keteguhan hati dengan menggunakan keris kecil yang disingkat menjadi Buncis.

Sumber Foto : Instagram @Humas_Pemkab_Banyumas
Dalam pertunjukan kesenian buncisan terdiri dari 3 babak yaitu awal, inti dan akhir. Bentuk pertunjukan itu sendiri mempunyai elemen-elemen pertunjukan di antaranya gerak, pelaku, iringan, tata rias, tata busana, desain lantai, tata cahaya dan tata suara, tempat pertunjukan, dan properti.
Pemain seni Buncisan terdiri dari delapan orang pemain. Mereka melakukan tarian sambil bernyanyi sekaligus menjadi musisinya. Mereka mengenakan artibut rumbai-rumbai dan topi dengan aksesori bulu ayam.
Lagu yang dimainkan adalah lagu-lagu tradisional seperti eling-eling Banyumasan, sekar gadung, dan caping gunung. Dalam pertunjukkan seni buncis, para pemain membawa alat musik angklung beralas slendro yang berisi satu jenis nada berbeda.
Enam orang memainkan alat bernada 2 (ro) 3 (lu) 5 (ma) 6 (nem) 1 (ji tinggi) dan 2 (ro tinggi), sedangkan dua orang lain memainkan instrumen kendhang dan gong bumbung atau gong yang terbuat dari bambu.
Dalam membangun sajian musikal, para pemain menjalankan fungsi nada sesuai dengan alur balungan gending hingga menciptakan alunan musik gending-gending Banyumasan.

Sumber Foto : Instagram @Humas_Pemkab_Banyumas
Kesenian Buncis di dalamnya lekat dengan nilai moral, salah satunya nilai gotong royong. Dalam pertunjukan seni ini memperlihatkan kerja sama antarpemain, tanggung jawab, disiplin, kerja keras, dan kreatif dalam menjalankan tugasnya masing-masing.Manakala salah satu pemain bersikap egois dan tidak disiplin maka gerak yang dihasilkan tidak akan sama, dan iringan yang dihasilkan juga tidak terdengar indah.
Kesenian Buncisan masih berkembang di beberapa wilayah Banyumas, seperti di Desa Tambaknegara, Kecamatan Rawalo dan Desa Tanggeran, Kecamatan Somagede.
Biasanya seni buncisan ini dipentaskan ketika ada pesta rakyat seperti hajatan atau ritual untuk meminta hujan ketika terjadi musim kemarau panjang, serta pentas rutin pada bulan Syura.
Sumber: Humas Pemkab Banyumas